P2 TBC
Diagnosis dan Penatalaksanaan Tb – MDR
Priyanti Z. Soepandi
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
FKUI- RSUP Persahabatan, Jakarta, Indonesia
Di Indonesia, tuberkulosis (TB) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Hasil surveilans global menemukan bahwa OAT yang resisten terhadap sudah menyebar dan mengancam program kontrol tuberkulosis di berbagai negara. Pada survei WHO di 81 negara, ternyata angka TB-MDR lebih tinggi dari yang diperkirakan. Enam negara dengan kekerapan TBMDR tinggi di dunia adalah Estonia, Kazakhstan, Latvia, Lithuania, bagian dari federasi Rusia dan Uzbekistan. WHO memperkirakan ada 300.000 kasus TB-MDR baru per tahun. Kuman tuberkulosis akan makin banyak yang resisten terhadap OAT; saat ini 79% TB-MDR adalah “super strains” yang resisten terhadap paling sedikit 3 atau 4 obat antituberkulosis Resistensi ganda (/TB-MDR ) merupakan masalah terbesar pada pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Pada tahun 2003 WHO menyatakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap rerata 2% pertahun. Prevalensi TB diperkirakan WHO meningkat 4,3% di seluruh dunia dan lebih dari 200.000 kasus baru terjadi di dunia. Di negara berkembang prevalens TB-MDR berkisar antara 4,6%-22,2%. Data awal survei resistensi obat OAT lini pertama di Jawa Tengah menunjukkan angka TB-MDR rendah pada kasus baru (1-2%), tetapi meningkat pada pasien yang pernah diobati sebelumnya (15%).
Pola TB-MDR di Indonesia khususnya RS Persahabatan tahun 1995-1997 adalah resistensi primer 4,6%-5,8% dan resistensi sekunder 22,95%-26,07%. Penelitian Aditama mendapatkan resistensi primer 6,86% sedangkan resistensi sekunder 15,61%. Hal ini patut
diwaspadai karena prevalensinya cenderung meningkat. Penelitian di RS Persahabatan tahun 1998 melaporkan proporsi kesembuhan penderita TB-MDR sebesar 72% menggunakan paduan OAT yang masih sensitif ditambah ofloksasin.
Banyak hal terkait dengan TB-MDR dan XDR seperti diagnosis dan penatalaksanaannya. Untuk diagnostik sangat dibutuhkan laboratorium yang terjamin dalam hal pemeriksaan resistensi obat antituberkulosis (OAT) lini pertama dan kedua. Dalam penatalaksanaannya dibutuhkan ketersediaan obat-obatan yang terjamin, kontinu
dan adekuat. Belum tersedianya OAT lini kedua juga menjadi kendala dalam pengobatan TB-MDR dan XDR di Indonesia.
Banyak negara sudah menerapkan strategi DOTS dalam penatalaksanaan TB; hal ini tenyata sangat bermanfaat untuk meningkatkan angka kesembuhan sehingga mengurangi angka resistensi termasuk resistensi ganda.
DEFINISI TB-MDR
Resistensi ganda adalah M. tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Rifampisin dan INH merupakan 2 obat yang sangat penting pada pengobatan TB yang diterapkan pada strategi DOTS. Secara umum resistensi terhadap obat anti tuberkulosis dibagi menjadi :
- Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan.
- Resistensi initial ialah apabila tidak diketahui pasti apakah pasien belum atau sudah pernah menjalani pengobatan OAT sebelumnya.
- Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayat pengobatan OAT minimal 1 bulan
Suspek TB-MDR
Pasien yang dicurigai TB-MDR adalah:
- Kasus TB paru kronik: dibuktikan dengan rekam medis sebelumnya dan riwayat penyakit dahulu.
- Pasien TB paru gagal pengobatan kategori 2.
- Pasien TB yang pernah diobati TB termasuk OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin.
- Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1.
- Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan kategori 1.
- TB paru kasus kambuh.
- Pasien TB yang kembali setelah lalai/pada pengobatan kategori 1 dan atau kategori 2.
- Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TBMDR konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal TB-MDR.
Pasien yang memenuhi kriteria ‘suspek’ harus dirujuk ke laboratorium dengan jaminan mutu eksternal yang ditunjuk untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan obat.
Diagnosis TB MDR
Diagnosis TB-MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan. Semua suspek TB-MDR diperiksa dahaknya untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.
Jika hasil uji kepekaan terdapat yang resisten minimal terhadap rifampisin dan INH, maka dapat ditegakkan diagnosis TB-MDR.
Diagnosis dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk TB-MDR didukung oleh :
- Pengenalan faktor risiko untuk TBMDR
- Pengenalan kegagalan obat secara dini
- Uji kepekaan obat
Pengenalan kegagalan pengobatan secara dini :
- Batuk tidak membaik yang seharusnya membaik dalam waktu 2 minggu pertama setelah pengobatan
- Tanda kegagalan : sputum tidak konversi, batuk tidak berkurang, demam, berat badan menurun atau tetap
Hasil uji kepekaan diperlukan :
- Untuk diagnosis resistensi
- Sebagai acuan pengobatan
Bila kecurigaan resistensi sangat kuat, kirim sampel sputum ke laboratorium untuk uji resistensi kemudian rujuk ke pakar